TEACHING


Model Pembelajaran ARIAS
 (Assurance, Relevance, Interest, Assestment dan Satisfaction)


a. Pengertian Model Pembelajaran ARIAS
        Model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assestment dan Satisfaction) merupakan sebuah model pembelajaran yang terdiri dari lima komponen utama, yaitu assurance (percaya diri), relevance (relevansi), interest (minat/perhatian), assestment (penilaian/evaluasi) dan satisfaction (kepuasan). Model pembelajaran ini merupakan alternatif bagi para guru untuk melaksanakan sebuah kegiatan pembelajaran yang baik karena dirancang atas dasar teori-teori belajar. Selain itu, menurut Lif Khoiru Ahmadi (2011: 74) model pembelajaran ARIAS memungkinkan unuk menggunakan berbagai macam strategi, metode dan atau media pembelajaran. Misalnya menggunakan metode TGT (Teams Games Tournament), Talking Stick, Tanya jawab, Numbered Heads Togeteher, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan berbagai media inovatif dalam model pembelajaran ARIAS dimaksudkan untuk menunjang aspek minat dan kesenangan siswa. Kolaborasi antara strategi, metode dan media pembelajaran inilah yang membuat penerapan pembelajaran ARIAS di kelas menjadi sebuah pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, menyenangkan serta memuaskan siswa.
b.         Sejarah Model Pembelajara ARIAS
Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS (Attention, Relevance, Confidance, Satisfaction) yang dikebangkan oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9) sebagai upaya merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Berawal dari kedua komponen tersebut, pembelajaran ini kemudian dikembangkan oleh Keller menjadi empat komponen. Keempat komponen tersebut adalah attention, relevance, confidance dan satisfaction dengan akronim ARCS. (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model pembelajaran ini dinilai sangat menarik karena seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa model ini dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun ada sedikit kelemahan yang diketahui, yaitu tidak adanya unsur evaluasi (assestment) pada model pembelajaran ini. Padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak terpisahkan dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Evaluasi merupakan aspek penting yang harus dilaksanakan tidak hanya di akhir kegiatan pembelajaran, tetapi juga dilaksanakan selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa (DeCeco, 1968: 610).  Evaluasi yang dilaksanakan selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh sebab pentingnya aspek evaluasi, model pembelajaran ini dimodifikasi  dengan menambahkan komponen evaluasi.
Dengan demikian, model pembelajarn ini kemudian mengandung lima komponen, yaitu: 1) attention (minat/perhatian), 2) relevance (relevansi), confidance (percaya diri), satisfaction (kepuasan) dan assessment (penilaian/evaluasi). Modifikasi ini juga lebih dikembangkan lagi dengan mengganti nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidance (percaya diri) menjadi assurance dikarenakan kata “assurance” sinonim dengan kata “self-confidence” (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus mampu menanamkan rasa percaya diri pada siswa bahwa mereka pasti mampu dan berhasil. Sedangkan penggatian kata attention menjadi interest tidak hanya sekedar menarik perhatian siswa pada awal kegiatan pembelajaran, tetapi juga pada saat kegiatan pembelajaran itu berlangsung sampai akhir kegiatan pembelajaran.
Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan bermakna, maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assestment dan satisfaction. Makna dari perubahan urutan ini yaitu penanaman rasa percaya diri pada siswa ditempatkan di urutan pertama. Berarti rasa percaya diri ini menjadi prioritas utama yang harus dibangkitkan sejak awal oleh guru. Kemudian pembelajaran yang dilaksanakan ada relevansinya dengan kehidupan siswa. Urutan ketiga, pembelajaran diusahakan menarik perhatian siswa. Keempat, evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan serta yang terakhir yaitu menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement) sehingga siswa merasa puas setelah melaksanakan pembelajaran.
c.         Komponen-komponen Pembelajaran ARIAS
Telah disampaikan sebelumnya bahwa model pembelajaran ARIAS terdiri atas lima komponen. Komponen tersebut merupakan suatu kesatuan yang diperlukan dalam sebuah pembelajaran yang baik Morris dalam (Aunurrahman, 2009: 71). Secara lebih lanjut, komponen-komponen tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1)        Assurance (percaya diri)
Dalam masalah ini, percaya diri yang dimaksud adalah rasa percaya diri pada siswa. Hal ini berkaitan dengan sikap percaya atau yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987:2-9). Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus-menerus (Prayitno, 1989:42). Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Trianto (2009: 23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa minat/perhatian. Dengan demikian, betapa pentingnya bagi guru untuk menanamkan sikap percaya diri ini pada siswa guna mendorong dan memotivasi diri mereka untuk berhasil dan berprestasi secara optimal sehingga mampu bersaing dengan teman-temannya dalam pembelajaran.
2)        Relevance (relevansi)
Relevance atau relevansi ini berarti dalam pelaksanaan model pembelajaran ARIAS, harus berkaitan dengan pengalaman siswa atau sesuai dengan kehidupan nyata siswa. Siswa akan merasa terdorong dan antusias untuk mempelajari sesuatu yang ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah, tujuan dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan memdorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang mereka akan miliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988:140).
3)        Interest (minat/perhatian)
Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS adalah interest, yaitu aspek yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Trianto (2009:23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus mengupayakan segala cara untuk menarik perhatian dan minat siswa. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka. Minat/perhatian merupakan aspek penting dari sebuah pembelajaran yang berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah:
a)    Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran. Guru bisa menyampaikan cerita baik fiktif maupun non fiktif kepada siswa agar mereka tertarik dan antusias terhadap pembelajaran yang akan / sedang disampaikan.
b)   Memberi kesempatan pada siswa untuk aktualisasi diri. Misalnya siswa dipersilahkan untuk bertanya, berpendapat atau bahkan berdemonstrasi di depan kelas.
c)    Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.
d)   Mengadakan komunikasi non verbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.
4)        Assesment (penilaian)
Assessment merupakan suatu bentuk evaluasi selama proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran dari awal hingga akhir. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982: 336).
Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Dalam evaluasi, siswa juga bisa mengevaluasi diri mereka sendiri (self evaluation) atau dengan bantuan temannya untuk mengevaluasi dirinya. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya (Soekamto, 1994). Menurut Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, evaluasi sangat diperlukan dalam sebuah pembelajaran guna mempengaruhi hasil belajar.
Agar evaluasi yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan, maka evaluasi harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip yang tepat. Arikunto (2007: 24) mengemukakan bahwa ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, yaitu antara tujuan, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.
5)        Satisfaction (Kepuasan)
Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga atau puas atas hasil yang dicapai. Di dalam model pembelajaran ini, aspek kepuasan siswa sangat diperhatikan guna memotivasi siswa untuk terus berprestasi dan berhasil sehingga akan berakibat pula dalam hasil belajar mereka. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561). Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga atau puas terhadap dirinya disebabkan oleh penghargaan yang diperoleh dari orang lain, baik itu penghargaan yang bersifat verbal maupun non verbal.

 
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2011. Model Pembelajaran ARIAS.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2103652-model-pembelajaran-arias/#ixzz1VlvdB8eV
(Diakses 17 Juni 2011 pukul 09:30 WIB)


Ahmadi, Lif Khoiru. 2011. Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

 
Prasasti, Wuri. 2012. Penerapan Model Pembelajaran ARIAS melalui Strategi Pembelajaran Aktif Learning Tournament sebagai Upaya Meningkatkan KualitasProses dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Gambar Beton pada Siswa Kelas XI TGB SMK Negeri 2 Surakarta. Skripsi. Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta (Tidak Dipublikasikan)