“Kriiiiiiiiiing…..!”, nyaring sekali
bunyi jam beker Dania. Meski lazimnya era modern banyak yang menggunakan fitur
alarm dari Hand Phone atau Smart Phone untuk membangunkan tidur mereka, Dania
lebih memilih jam beker untuk berbisik membangunkannya di sepertiga malam terakhir.
“Lebih klasik…”, katanya.
07.00. Dania sudah duduk jenak di
halte bus Pungkruk, dekat rumahnya di kawasan Sidoharjo, Sragen. Dania memakai baju dan jilbab merah muda serta setelan rok dan blazer berwarana merah maroon. Ini adalah hari pertamanya masuk kerja,
setelah beberapa beberapa Minggu yang lalu ia di-wisuda oleh Rektor di sebuah kampus swasta ternama di Semarang. Yah, kini
sarjana Sastra Inggris itu telah pulang ke kampung halaman dan kini telah diterima di sebuah perusahaan bidang Jasa di
Palur, Karanganyar. “Bismillah. Kerjaaaaa….!!!”, teriaknya dalam hati. Raut
muka tegang jelas tergambar di wajahnya. Tatapannya tampak kosong sambil
komat-kamit. Dzikir tetap teralun merdu meski tak seorang pun yang tahu.
“Gubrak!”, tiba-tiba seseorang jatuh
tertelungkup di depan Dania. Kontan, Dania Kaget. Tidak ada siapa-siapa di
halte itu kecuali Dania. Meski sedikit ragu, ia mendekati laki-laki yang helm "bathok" hitam-nya terlepas.
“Mas, baik-baik saja kan?”
Sambil menegakkan kembali motornya,
pemuda berbaju garis-garis berperawakan tegap berkulit kuning langsat itu
menoleh ke arah Dania. Penampilannya terlihat sedikit cupu dengan kacamata yang
melekat di matanya.
“Oh, ga pa-pa kok, mbak… makasih.” Ia
menunjukkan spion motor yang patah pada Dania. “Untung cuma spion motor sebelah
kiri saja yang patah. Alhamdulillah, Allah masih menyelamatkan nyawa saya.”,
lanjutnya.
Sementara pengendara lain dan bus-bus
besar jurusan Madiun-Jogja masih lalu lalang seakan tak mau tahu dengan kejadian
kecil di jalan raya Sragen itu. Memang, pemuda tadi berkendara dengan motor 2 Tak yang mungkin kecepatannya tak sampai 30 km/ jam. Lagi pula ia mengambil
lajur paling kiri di tepi jalan, jadi maklum saja jika tak ada yang begitu
memperhatikan. Atau mungkin sengaja acuh?
“Alhamdulillah, kalau mas baik-baik
saja. Ada yang bisa saya bantu?”, kata Dania lagi.
“Makasih, mbak… Tidak usah… di depan
ada bengkel kok.”, jawabnya lembut. “Monggo, mbak…”, katanya lagi sambil berlalu
meninggalkan Dania.
“Monggo…”, sahut Dania.
Ia masih mengamati punggung belakang
pemuda yang baru saja berlalu dari hadapannya. Entah mengapa, ia merasa simpati
padanya. Ia terngiang ucapan pemuda tadi “Alhamdulillah,
Allah masih menyelamatkan nyawa saya…”. Dania tersenyum. “Makhluk bersahaja…”,
kata-kata itu spontan keluar dari mulutnya. “Astaghfirullah…”.
Tak lama kemudian, Mira datang. Mira
adalah bus langganannya jika ia bepergiaan ke Solo. Dania pun naik ke bus untuk
segera untuk menakhlukan hari ini. “Laa haula wala quwwata illaa billah…”.
***
0 komentar:
Posting Komentar