Dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا
تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي
النِّصْفِ البَاقِي
“Jika seseorang menikah,
maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada
Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman.
Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no.
625)
(1) Menikah akan membuat seseorang lebih merasakan
ketenangan.
Coba renungkan ayat berikut, Allah Ta’ala
berfirman,
وَمِنْ
ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum:21).
(2) Jangan khawatir, Allah yang akan
mencukupkan rizki
Dari segi finansial sebenarnya sudah
cukup, namun selalu timbul was-was jika ingin menikah. Was-was yang
muncul, “Apa bisa rizki saya mencukupi kebutuhan anak istri?” Jika seperti itu,
maka renungkanlah ayat berikut ini,
وَأَنكِحُوا
اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن
يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32). Nikah
adalah suatu ketaatan. Dan tidak mungkin Allah membiarkan hamba-Nya sengsara
ketika mereka ingin berbuat kebaikan semisal menikah.
Di antara tafsiran Surat An Nur ayat
32 di atas adalah: jika kalian itu miskin maka Allah yang akan mencukupi rizki
kalian. Boleh jadi Allah mencukupinya dengan memberi sifat qona’ah (selalu
merasa cukup) dan boleh jadi pula Allah mengumpulkan dua rizki sekaligus (Lihat
An Nukat wal ‘Uyun). Jika miskin saja, Allah akan cukupi rizkinya.
Bagaimana lagi jika yang bujang sudah berkecukupan dan kaya?
Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu berkata,
التمسوا
الغنى في النكاح
“Carilah kaya (hidup
berkecukupan) dengan menikah.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim mengenai tafsir ayat di atas).
Disebutkan pula dalam hadits bahwa
Allah akan senantiasa menolong orang yang ingin menjaga kesucian dirinya lewat
menikah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang pasti mendapat
pertolongan Allah. Di antaranya,
وَالنَّاكِحُ
الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
“… seorang yang menikah
karena ingin menjaga kesuciannya.”
(HR. An Nasai no. 3218, At Tirmidzi no. 1655. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan). Ahmad bin Syu’aib Al Khurasani An Nasai membawakan hadits
tersebut dalam Bab “Pertolongan Allah bagi orang yang nikah yang
ingin menjaga kesucian dirinya”. Jika Allah telah menjanjikan demikian, itu
berarti pasti. Maka mengapa mesti ragu?
(3) Orang yang menikah berarti
menjalankan sunnah para Rasul
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka
istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38). Ini menunjukkan bahwa
para rasul itu menikah dan memiliki keturunan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَرْبَعٌ
مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ
“Empat perkara yang termasuk
sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah.”
(HR. Tirmidzi no. 1080 dan Ahmad 5/421. Hadits ini dho’if sebagaimana
kata Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Namun makna hadits ini
sudah didukung oleh ayat Al Qur’an yang disebutkan sebelumnya)
(4) Menikah lebih akan menjaga
kemaluan dan menundukkan pandangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa
yang memiliki baa-ah[1], maka menikahlah. Karena itu lebih akan
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu,
maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR.
Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).
Imam Nawawi berkata makna baa-ah dalam
hadits di atas terdapat dua pendapat di antara para ulama, namun intinya
kembali pada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk
menikah. Jadi bukan hanya mampu berjima’ (bersetubuh), tapi hendaklah punya
kemampuan finansial, lalu menikah. Para ulama berkata, “Barangsiapa yang
tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya untuk memberi nafkah finansial,
maka hendaklah ia berpuasa untuk mengekang syahwatnya.” (Al Minhaj Syarh
Shahih Muslim)So, kpn kita akan menikah???
"Ya Rabbi, sekiranya Engkau tahu bahwa dengan menikah adalah baik untukku, untuk agamaku, untuk kehidupanku, serta lebih baik akibatnya dunia dan akhirat, maka mudahkanlah ya Allah... Aamiin..."
>> dari berbagai sumber
>> dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar