Februari 21, 2012

Disaat Cinta Berimbas pada Disfungsi Syari'at

Sahabatku, kali ini saya menemukan inspirasi yang sedikit berbeda untuk tulisan saya. Saya ingin menyuratkan  sebuah kisah non fiksi, yang  telah terjadi dalam realita dan benar-benar dialami oleh seseorang. Namun kisah berikut sedikit dimodifikasi dalam penyampaiannya dengan alasan untuk menjaga kerahasiaan identitas narasumber.

Ada seorang gadis, anggap saja namanya Kanaya. Kanaya adalah seorang gadis yang medioker, biasa-biasa saja dan bukan seseorang yang istimewa. Dia bersekolah di salah satu SMA di kotanya. Naya, begitu teman-temannya sering memanggilnya, adalah seorang yang dikenal cerewet, ceria, jaim, supel, emosional, dan childish. Dia suka sekali berteman, Di sekolahnya, teman-teman Naya berasal dari kepribadian yang heterogen. Ada yang pemalas, urakan, slengekan, manja dan kemayu. Namun, beberapa temannya juga ada yang kalem dan agamis. Meskipun Naya tak bisa menjadi se-perfect orang lain, dia tak pernah merasa canggung dengan dirinya sendiri. Baginya, bersifat apa adanya dengan segala kekurangan yang ia miliki tanpa menyembunyikannya itu lebih manusiawi dan netral. Sebisa mungkin, ia menghindari menjadi seorang yang sok naif berlaga' kalem padahal dia sangat urakan. Naya tahu betul bahwa Tuhan menciptakan dan menghiasi kepribadian manusia dengan karakter yang berbeda. Bukankah keindahan akan lebih terasa dengan adanya kombinasi dan kolaborasi perbedaan? Hal iu juga yang menjadi paradigma-nya dalam menatap masalah diferensiasi karakter dalam persahabatan. Pelangi terlihat sangat cantik karena warna-nya yang mejikuhibiniu. Coba bayangkan kalau warna pelangi cuma merah saja, atau hijau saja? Bakalan aneh dan gak keren lagi daaahhh...! Lagi pula disebut pelangi karena warnanya yang bermacam-macam. Kalau cuma satu warna mah, bukan pelangi lagi namanya! Ya ga, sob? Oleh sebab itulah dia ingin menjadi dirinya sendiri, dan membiarkan teman-temannya menjadi diri mereka.
Di kehidupan Naya, ia mempunyai seorang sahabat yang sangat dekat dengan dirinya dari berbagai sudut kehidupan. Mulai dari teman sekolah, teman sekelas, teman ngobrol, tetangga, de el el. Namanya Tina. Seperti yang Kanaya bilang, "Hidup akan terasa lebih berarti dan bermakna karena adanya perbedaan, bro...!". Sahabatnya itu juga memiliki karakter yang sangat bertolak belakang dengan dirinya. Tina adalah gadis lugu, patuh, pintar, kalem, agamis, anak ROHIS (Kerohanian Islam) lagi! Banyak sekali sisi-sisi kehidupan Kanaya yang membutuhkan pemikiran-pemikiran yang tidak ada dalam karakter kepribadiannya, namun akhirnya bisa dilengkapi oleh karakter kepribadian Tina. Dan juga sebaliknya.

Gimana? Masih mau lanjut ceritanya? Yuuuukkk....!


Pada suatu hari, disaat Kanaya merasa sedikit jenuh dengan jiwa dan hatinya... merasa linglung terhadap apa yang akan ia lakukan untuk dunia... merasa bingung apakah dia bisa menemukan jati dirinya... dan merasa dirinya telah berada dalam titik habituasi tertinggi, yang memuncaki kondisi psikologis-nya. Dia, Kanaya, manghampiri Tina untuk curhat di sela-sela jam istirahat di kelasnya.

"Hai, Tin! Lagi ngapain?", sergah Naya.
"Eh, nay... Ngagetin aja kamu. Nih, lagi baca-baca aja.", jawab Tina kalem.
"Duuuuhhh, makin hari makin rajin aja nih, sahabatku yang rangking 1. hehehehe...", goda Naya.
"Ahh, bisa aja kamu, Nay.", sejenak terdiam. ". Ngomong-ngomong, mau curhat apain nih, tumben basa-basinya agak aneh gitu. Pasti nanti curhatnya juga yang aneh-aneh.."
"Hehehe... tau aja kamu, Tin. Gimana? Bisa mulai sekarang curhatnya?"
"Tentu, Nay..."

Sejenak, Kanaya menghela nafas panjang kemudian memulai curhat-nya pada Tina.

"Tina... kamu tau aku kan? Kamu tau kan kalo aku tuh orangnya urakan, manja, kekanak-kanakan, cerewet, suka ngeyel, pokoknya yang kayak giu-gitu deh. Banyak kekurangan yang kumiliki yang tak mungkin aku elakkan. Tapi... aku juga manusia, Tin. Bagaimanapun juga aku sadar bahwa aku adalah makhluk dari Tuhan-ku. Aku seorang hamba Rabb-ku yang meski hanya dengan secuil iman yang fluktuatif ini, ada kalanya diriku merasakan kerinduan yang teramat sangat terhadap Rabb-ku."

Tina mengangguk-angguk.

"Dan saat ini...", Kanaya melanjutkan ceritanya. "Aku merasa berada dalam sebuah ruang hampa yang jauh dari getaran bunyi dan gelombang elektro-magnetik". Meski diriku berada dalam keramaian, terkadang hati, jiwa dan fikiranku ini kosong..."

"Lalu? Apa yang bisa aku bantu buatmu, honey?", kata Tina yang akhirnya mulai menanggapi statement-statement Kanaya yang tanpa ruas, terus saja keluar dari mulutnya.

"Please, Tin! Bantu aku menemukan diriku. Aku rindu Rabb-ku. Aku rindu untuk menemukan jati diriku, untuk menyusuri jalan hidupku... Bantu aku, Tin. Karena aku tak mungkin mendapatkan hidayah jika aku tidak datang menjemputnya. Aku ingin menemukan ilmu untuk itu."

"Kanaya... gimana kalo kamu ikut Rohis? Disana kamu akan mendapatkan ilmu-ilmu yang berguna bagi dirimu tanpa harus aku beritahu. Gimana?", Tina memberi saran dengan nada lembut, seperti biasanya.

"Rohis??? Tapi kamu tahu kan, Tin... aku urakan kaya' gini... aku merasa ga pantes kalau harus ikut Rohis...", kata Kanaya kurang semangat.

"Nay, sekarang bukan saatnya untuk memandang sisi negatif dirimu sendiri. Bukankah kamu bilang kalau kamu ingin menemukan dirimu? Kamu ingin cari ilmu kan???"

"Tapi...", kata Kanaya lirih.

"Ayolah, Nay..."

Kanaya mengangkat wajahnya, kemudian memandang Tina.

"OK!", katanya sambil meyimpulkan senyum termanis untuk sahabatnya.

"Nah, gitu dong!", Tina menanggapi dengan senyum yang tak kalah manis.
***

Hari demi hari silih berganti.Tak tersa hampir 3 bulan Kanaya mengikuti kajian Rohis 3 kali seminggu. Banyak ilmu yang ia peroleh di sana, yang semakin mendekatkan dirinya dengan jati dirinya... dan semakin menenteramkan hatinya karena merasa lebih dekat dengan Rabb-nya, Allah azza wa jalla. Selain itu, dia banyak mengenal teman-teman baru yang dia akui bahwa teman-teman Rohisnya dan lingkungan baru-nya yang sekarang ini lebih kondusif untuk proses perbaikan dirinya.
Namun ada sedikit ironi yang terkadang merasa mengganjal di hatinya. Salah satu temannya di Rohis, sedikit defensif jika berada bersamanya. Namanya Nurul. Kanaya merasa kalau Nurul seperti menjauhinya dan menjaga jarak dengannya. Seperti ada sekat yang tak terlihat namun sangat ketara dan terasa bagi Kanaya. Dia senantiasa berfikir apakah ada yang salah dengan dirinya sehingga membuat Nurul merasa tak nyaman jika bersamanya. Dia pernah menceritakan kegelisahannya pada Tina. Tina juga berfikir bahwa Nurul memang sedikit menjaga jarak dengannya. Kata Tina, mungkin hal itu disebabkan oleh perbedaan karakter antara dirinya dengan Nurul. Nurul adalah sorang muslimah yang tangguh dan hebat dalam dakwah, tahu banyak tentang ilmu agama, dan aktif dalam organisasi, khususnya organisasi keagamaan. Bahkan Kanaya sendiri merasa kagum terhadap Nurul. Terkadang dia ingin menjadi seperti Nurul. Namun, dia kembali menyadari bahwa cara manusia untuk mengaplikasikan teori.... ermmmm... atau dengan bahasa-nya yang sekarang: "Cara manusia untuk mengamalkan ilmunya itu berbeda-beda. It's OK, sepanjang tetap berjalan dalam koridor syari'at."
***

Pada suatu hari, suasana serius mulai tergambar di sebuah taman kecil, depan kelas Kanaya. Disana dia tengah akan memulai sebuah pembicaraan penting dengan Nurul. Sebuah konfirmasi yang dirasa perlu untuk mengklarifikasi kegelisahan hatinya selama ini.



"Nurul, sebenarnya ada apa diantara kita? Sebenarnya ada masalah apa antara kita berdua?", tanya Kanaya pada Nurul di tengah pembicaraan tersebut.
"Wah, apaan sih, Nay? Kamu kok ngomong gitu, aku jadi takut sendiri. hehehe...", jawab Nurul seperti ingin mengalihkan pembicaraan.
"Bukankah kamu sempat bilang ke aku kemarin bahwa ada sekat diantara kita yang membuat kita tidak bisa akrab?", Lanjut Kanaya.
"Wahh, apa ya Nay? Aku jadi bingung..."
"Ayolah, Rul... Katakan terus terang aja ga pa-pa...", bujuk Kanaya dengan lembut.
"Baiklah", kata Nurul. "Itu karena di Rohis ini, kamu nyoba untuk mendekati Rafi.", lanjut Nurul yang akhirnya menyampaikan isi perasaannya.
"Apa? Rafi??? Bagaimana mungkin bisa kamu berfikiran seperti itu??? Aku tidak pernah merasa mendekati siapapun di Rohis..." (Astaghfirullah hal adzim... lanjut Kanaya dalam hati).
***

Tak terasa 3 hari terlewati setelah perbincangannya dengan Nurul tentang kerenggangan hubungannya dengan Nurul. Kanaya masih merasa sangat terpukul dan shocked dengan pernyataan Nurul. Bagaimana ia tidak terpukul? Ia merasa menjadi biang keladi tentang kerenggangan hubungan silaturahim di organisasi itu. Bagaimana ia tidak shocked jika dituding kalau dirinya masuk Rohis hanya untuk mendekati Rafi??? Bagaimana bisa alasan tidak logis dan tidak bisa dipertanggungjawabkan itu mengarah pada dirinya??? Dia merasa sangat bersalah dengan persepsi dari Nurul tersebut... dan merasa sedih. Dan bagaimana persoalan itu bisa disangkut pautkan dengan Rafi??? Padahal saat Kanaya masuk Rohis pertama kali, dia sama sekali tidak mengenal Rafi. Dia masuk Rohis karena kesadaran dirinya sendiri yang sepertinya perlu memperbaiki akhlaknya, dan juga atas bujukan serta dukungan dari sahabatnya, Tina. Sangat wajar jika Kanaya masih merasa sedih dan sedikit kecewa. Namun pernyatan dari Nurul tersebut coba di-refleksi-kan secara positif kepada dirinya. 1) Mungkin saat itu Kanaya masih sedikit ilmunya tentang hijab dalam pergaulan, sehingga dia terlihat sangat dekat dengan teman-teman laki-lakinya, termasuk Rafi. 2) Dia kurang bisa menjaga perkataan dan hatinya, serta hijabnya sebagai seorang wanita karena bagaimanapun juga wanita adalah sumber fitnah. Jadi walaupun dia tidak berniat apapun terhadap teman lawan jenisnya, bisa ditanggapi negatif oleh orang lain (fitnah). Kanaya tahu betul bahwa dia juga bersalah dalam masalah ini. Karena kebodohannya dan pengetahuan syari'at agama yang minim, dia turut berperan dalam terjadinya sebuah fitnah.
Namun bagaimana jika dilihat dari sudut pandang Nurul? Bukankah dia seorang muslimah yang lebih dalam ilmunya dari Kanaya? Bukankah dia juga tahu syari'at? Dan bukankah dia juga tahu bahwa seorang muslim harus menjaga silaturahim dengan saudaranya muslim yang lain??? Bagaimana hanya gara-gara seorang ikhwan dia tega menimbulkan kerenggangan silaturahimnya dengan Kanaya? Sementara Kanaya tidak tahu apa-apa. Jika dia merasa kalau Kanaya bersalah, ya Kanaya memang bersalah, tentang penjagaan hijab pergaulan-nya yang kurang karena minimnya pengetahuan syari'at agama. Tapi bukankah akan lebih santun jika Nurul membicarakan hal tersebut baik-baik dengan Kanaya??? Namun, jika alasan Nurul adalah perasaan cemburu terhadap Kanaya karena "perasaan kagum-nya" pada Rafi, maka akan sedikit berbeda tanggapannya. Ya, CINTA. Mungkin itulah sebenarnya alasan utama yang membuat hubungan Nurul dan Kanaya seperti terhijab. Sebenarnya, Nurul tidak salah akan perasaan cinta-nya itu. Cinta adalah fitrah dan sangat manusiawi. Semua umat manusia berhak merasakan cinta dan pasti pernah mengalami jatuh cinta, tak terkecuali anak masjid yang super agamis seperti Nurul. Tapi bukankah Nurul juga tahu syari'at? Bukankah kita harus menjaga perasaan cinta kita agar selalu tertambat pada cinta sejati? Cinta manusia adalah fana, dan cinta Illahi Rabbi lah cinta yang haqiqi. Ya, cinta sejati! Jika cinta kita karena Allah, bagaimana mungkin cinta itu malah bisa merusak hubungan silaturahim dengan makhluk-Nya??? Tentu kita harus kembali mengoreksi persasaan kita. Apakah cinta yang kita alami itu adalah karena Allah... atau hanya karena nafsu belaka??? Bukankah sudah sepantasnya kita menitipkan cinta kita pada Allah jika cinta kita belum halal??? Bukankah sudah sepantasnya kita menitipkan cinta kita pada Allah sampai pada saat yang halal itu tiba??? Ya, biarkan kita berserah diri pada Allah tentang CINTA yang kita alami ini. "Karena sejatinya cinta, baik dari langit maupun bumi, semuanya menunjuk pada Allah Ta'alaa" (Jallaluddin Rummi).

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya..." (QS. An Nur: 31)

"Ya Allah, Sang Maha Cinta dan Pemilik Cinta, Cintakanlah aku pada seseorang yang mencintaiku karena-Mu dan yang kucintai karena-Mu. Dan izinkanlah kami saling mencintai dalam kecintaan kami terhadap-Mu".

"Ya Rabb, aku berlindung pada-Mu dr kejahatan yg pernah kulakukan maupun yg beLum kulakukan... aku berlindung pada-Mu dr niat buruk yg sudah kuketahui maupun yg belum kuketahui ... dan mantapkanlah aku di jalan-Mu, wahai yg Maha Membolak-balikan hati ..."


"Sekiranya Engkau tahu urusan ini baik untukku, untuk agamaku, dan untuk kehidupanku, serta lebih baik akibatnya dunia dan akhirat... maka mudahkanlah ya Rabb... Dan sekiranya Engkau tahu bahwa urusan ini buruk untukku, untuk agamaku, dan untuk kehidupanku, serta lebih buruk akibatnya dunia dan akhirat... maka jauhkanlah... Dan jadikanlah aku ridho terhadap ketetapan-Mu..."

"Ya Allah, jadikan cinta-ku ini untuk ridho-Mu saja, bukan yang lain..."

Aamiin...

0 komentar:

Posting Komentar